Social Icons

Kamis, 29 Mei 2014

Unik Dan Nikmatnya Kawa Daun

Unik Dan Nikmatnya Kawa Daun
 Rosi Elvionita
ilustrasi google
Banyak minuman penghangat di Sumatera Barat seperti bandrek, skoteng, dan minuman penghangat lainya. Tapi satu-satunya minuman hangat yang unik yaitu kawa daun. Minuman yang disajikan tanpa gelas namun dengan tempurung kelapa ini menarik banyak perhatian masyarakat. Sayang sekali kalau tidak pernah mencobanya.

Perkembangan minuman ini cukup pesat. Minuman tradisional tersebut sudah terkenal di seluruh Provinsi Sumatera Barat.  Kawa daun salah satunya dapat dijumpai di Nagari Tabek Patah, Kecamata Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar. Disana hampir setiap tepi jalan ada pondok kawa daun. Sebab, cuaca disana sangat cocok menikamti kawa daun dengan sepoi angin nan dingin.

Saat kami mengunjungi salah satu pondok kawa daun yang berada di dekat tabek patah. Kami mencoba berbincang-bincang dengan salah seorang pemilik pondok kawa daun yang cukup besar itu. Berbicara kawa daun Entoni Irda (45) menjelaskan asal usul kawa daun, ternyata minuman ini mulai dikenal saat pemerintahan Gubernur Belanda, Jenderal Van Den Bosch.

Entoni menjelaskan, kala zaman itu pemerintahan Belanda menerapkan sistim tanam paksa di Indonesia turutama pada komonitas kopi di sumatera Barat. Hal tersebut berawal, ketika harga kopi di pasar Eropa sangatlah tinggi. Sehingga mendorong kolonel Belanda untuk memerintahkan semua pasukannya mengambil seluruh buah kopi yang ada dan tidak menyisakan untuk rakyat Sumbar.

Peristiwa tersebut, manimbulkan ide dikalangan masyarakat Sumbar walaupun buahnya sudah di ambil Belanda. Mereka mengolah daun kopi seperti mengolah daun teh untuk bisa dikonsumsi dan menjadikan daun kopi sebagai minuman penghangat. "Rasanya saat itu masih kelat. waktu itulah kawa daun mulai populer, walaupun rasannya tak sama dengan rasa kopi asli, masyarakat tetap menggemarinya," ungkap Entoni sambil menyediakan pesanan konsumennya.

Lajut Entoni, minuman kawa daun ini terbuat dari daun kopi yang didiang dengan api, daun yang sudah didiangkan akan mengering. Kemudian daun kering tersebut di rebus. Saat air rebusan mendidih, minuman kawa daun siap disajikan. "Menghirup asap dan aroma kawa daun saja sudah mengundang selera, apalagi jika telah meminumnya," paparnya.

Setelah air daun yang telah direbus mendidih air langsung disajikan kedalam tempurung. Siap di hidangkan bersama gula pasir. "Pembeli bisa menambahkan gula pasir sesuai selera. Minuman kawa siap melepas dahaga kita," tambahnya.

Menurut Entoni, kawa daun mempunyai daya tarik tersendiri dari pada minuman lainya. Penyajiannya menggunakan tempurung kelapa sehingga bentuk minuman tersebut menimbulkan rasa penasaran untuk konsumen dan sayang sekali jika dilewatkan. "Lebih nikmat, kawa daun dinikmati dengan gorengan seperti pisang goreng, bakwan, tahu isi dan sebaginya," ujarnya.

Selain bentuk yang menarik. Pondok kawa yang berada di sepanjang jalan perbatasan Kota Budaya Dan Kota Wisata ini juga mempunyai pemandangan di sekitar yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Serta adanya peninggalan sejarah yang bisa dilihat sembari menunggu kawa daun sampai di tempat duduk penikmat.

Di sisi lain kawa daun juga mempunyai beberapa jenisa. Tak hanya menjual kawa daun biasa, namun juga kawa daun cmpur susu dan kawa daun campur telur. Harganya pun berbeda, kawa daun biasa dijual Rp.3000,00, kawa daun campur susu seharga Rp.5000,00 dan untuk kawa daun campur telur harganya Rp.7000,00. "Omset yang didapat sehari minimal 250 ribu tapi kalau hari libur meningkat lima kali lipat," katanya.

Kawa daun sangat banyak manfaatnya, dimana minuman ini untuk menghangatkan tubuh, juga bisa mencegah kangker, tumor, menurunkan kolesterol dan meningkatkan daya tahan tubuh. "Untuk peminat tidak hanya orang tua, tapi remaja dan anak-anak," menutup perbincangan kami.

Seorang pelangan kawa daun, Yulia (30) mengungkapkan rasa sukanya dengan minuman satu ini. Ia hampir setiap sore hari berkunjung ke salah satu pondok kawa daun yang berada di Tanah Datar itu. "Saya lebih suka dengan kawa yang dicampur telur," ungkap Yulia.

Berbeda denga siswi SMA Negeri 1 Salimpaung Intan Laras Maisha Sagita. Ia mengatakatan lebih suka kawa daun dengan gula biasa karena rasa alami daun kopi lebih terasa. ”Saya sering ke pondok ini bersama teman-teman, setidaknya tiga kali seminggu, apalagi dimusim liburan," ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar